Powered by Blogger.

Tuesday, December 27, 2011

Rieke: Artis Juga Mampu Jadi Kepala Daerah

Nama Rieke Diah Pitaloka masuk dalam bursa calon pemimpin Jawa Barat. Ia mantap bertarung dengan nama-nama yang tak kalah tenar: Gubernur Ahmad Heryawan yang dicalonkan PKS, juga calon dari Demokrat yang juga berlatar belakang artis, Yusuf Macan Effendi alias Dede Yusuf.

Oneng -- nama akrab yang didapat saat bermain di sitkom "Bajaj Bajuri" mengatakan, jalannya menuju pemilukada masih panjang. Ia masih harus melewati penjaringan di partainya, PDIP. Apapun bisa terjadi dalam waktu 14 bulan menuju Pemilukada.

Meski di satu sisi ia terbantu dengan ketenarannya sebagai artis, Rieke dengan tegas menolak anggapan, bahwa artis tak becus menjadi kepala daerah. "Gus Dur mengatakan politik itu tidak boleh diskriminatif. Yang utama adalah apa yang dia kerjakan."

Berikut petikan wawancara VIVAnews.com dengan Rieke Diah Pitaloka, Selasa 27 Desember 2011 malam.


Apa yang mendorong Anda maju sebagai calon gubernur Jawa Barat? Dorongan pihak luar atau keinginan sendiri?

Dua arah pasti. Ada dorongan dari partai dan ada juga dari masyarakat. Saya rasa sebagai orang Jawa Barat tidak ada salahnya untuk berbuat yang lebih jauh. Tapi ini (pilkada) masih jauh, pertengahan tahun. Ada survei terlebih dahulu, kemudian rekomendasi partai keluar. Maju atau tidak adalah hasil rekomendasi partai.

Sebagai kader partai, saya siap di mana pun. Kalau tidak mendapatkan rekomendasi, bekerja di DPR sama saja, wilayah kerja juga sama di Jawa Barat.

Apa Anda tawarkan untuk masyarakat Jawa Barat?

Saya tidak mau berandai-andai soal apa yang akan saya lakukan ketika nanti maju sebagai calon gubernur. Belum bisa karena tentu harus menunggu partai.

Tetapi, kalau melihat persoalan di Jabar sejauh ini apa yang paling utama untuk diselesaikan?

Persoalan Indonesia dapat dilihat dari persoalan di Jabar. Karena Jabar adalah barometer nasional. Kompleksitas masalah masyarakat Jabar dapat dijadikan cermin untuk melihat persoalan di Indonesia secara keseluruhan. Bagaimana relasi kekuasaan dengan masyarakat, bagaimana pendistribusian keadilan, kesejahteraan, untuk pejabat atau untuk rakyat? Persoalan TKI secara umum adalah masalah kesejahteraan. Ini yang menjadi problem hampir semua wilayah di tanah air.

Ada potensi PDIP akan berkoalisi dengan partai lain. Mungkin juga Anda jadi Cawagub, pendapat Anda?

Itu adalah keputusan dari partai. Saya kader partai, pekerja partai. Sistem politik Indonesia tidak dapat dipisahkan dari sistem politik kepartaian. Saya punya KTS partai, mendapat tugas di DPR atas nama partai. Jadi keputusan saya menjadi Cagub atau Cawagub ada di tangan partai.

Partai saat ini mencoba melakukan penjaringan secara internal. Partai mencoba memberi kesempatan kepada kader-kadernya terlebih dahulu. Tahapannya adalah survei internal, polling, apakah nanti dilihat cukup atau tidak. PDIP di Jabar memiliki 17 kursi di DPRD Provinsi yang cukup untuk mengusung calon Gubernur sendiri. Tetapi itu perlu pertimbangan lain, kita tidak bisa maju sendiri. Pertimbangan koalisi perlu analisis, karena Ibu Mega pernah mengatakan, Jabar adalah barometer nasional. Waktu juga dekat, 2013, dan 2014 adalah pemilu nasional. Kebijakan politik di Jabar akan menjadi barometer kebijakan di tingkat nasional.

Siapa saja calon yang akan diusung PDIP dari internal partai?

Ada 7 orang, 5 dari bupati-bupati. Bisa di-searching datanya, sudah sering muncul.

Ada yang menyamakan Anda dengan figur Dede Yusuf, dari latar belakang Anda berdua sebagai artis. Tanggapan Anda?

Politik tidak boleh diskriminatif, setiap warga negara Indonesia berhak dicalonkan dan mencalonkan diri. Ketika bicara masalah politik, saya yakin penilaian tidak bisa diukur dari latar belakangnya. Proses politik yang dia lalui yang nantinya akan membuktikan. Bukan apakah seseorang dari pengusaha, pekerja seni, tetapi bagaimana mereka melakukan langkah-langkah riil dalam berpolitik.

Yang penting adalah bukan kita menjadi apa, tetapi proses apa yang sudah kita lakukan untuk menjadi apa. Untuk mencapai kekuasaan proses itulah yang utama.

Masyarakat sudah semakin cerdas, tidak sekedar diberi sesuatu kemudian memilih. Itu yang membuat para politisi tidak akan main-main lagi dalam berpolitik.

Bagaimana Anda menjawab keraguan masyarakat soal artis yang menjadi pemimpin daerah?

Saya tidak sepakat pekerja seni tidak dapat menjadi pemimpin daerah. Gus Dur mengatakan politik itu tidak boleh diskriminatif. Yang utama adalah apa yang dia kerjakan.

Anda dikenal sebagai politisi yang kritis, siap didemo kalau jadi pemimpin daerah?

Sekarang saya menjadi anggota DPR, DPR adalah salah satu lembaga yang sering didemo, dikritik. Bagaimana kita membangun politik yang komunikatif, tidak bisa jika hanya satu arah.

Saya justru minta dikritik untuk meraih kinerja terbaik bagi masyarakat. Politik adalah kerja kolektif untuk masyarakat. Saya mencoba melakukan kerja yang sinergis, saya sebagai wakil rakyat, kalau tidak dibantu publik tidak bisa.

Sebentar lagi Anda melahirkan, apakah pencalonan ini mempengaruhi kondisi Anda?

Pada pemilu 2009, saat saya hamil pertama kali, saya masih bisa berkiprah. Dari hamil kecil sampai melahirkan saya tetap berkampanye. Setelah itu proses menyusui selama tujuh bulan. Saya politisi, aktivis, tetapi saya juga tidak mau menghambat hak-hak anak saya. Saya bawa rapat ketika (proses) pemenangan presiden.

Politik bukan kerja administratif, kerja tidak hanya 24 jam, bahkan 30 jam, tidak ada liburnya. Ketika memutuskan terjun ke jalur politik, menurut saya sebagian hidup kita milik publik.

Jika kita bedah kekuatan politik di Jabar, persentase anda menang berapa?

Kita tetap berpegang pada persoalan publik secara rill. Yang penting ke situ. Saya sekarang, saya kader partai, wakil rakyat. Politik bukan seperti pasang iklan, pencitraan, bukan. Politik dinilai dari kerja. Apa yang jadi wilayah saya di DPR, kalau bisa membuktikan bisa kerja, itu sosialisasi buat saya. Saya bukan jualan produk. Politik bukan jualan, tapi pengabdian. (umi)

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More