Powered by Blogger.

Tuesday, December 6, 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 21 TAHUN 2000
TENTANG
SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:

a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran baik secara lisan
maupun secara tulisan, memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan, serta mempunyai kedudukan yang sama dalam hukum merupakan
hak setiap warga negara;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan kemerdekaan berserikat pekerja,/buruh berhak
membentuk dan mengembangkan serikat pekerja/serikat buruh yang bebas,
terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab;
c. bahwa serikat pekerja/serikat buruh merupakan syarat untuk memperjuangkan,
melindungi, dan membela kepentingan dan kesejahteraan pekerja/buruh beserta
keluarganya, serta mewujudkan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan
berkeadilan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut pada huruf a, b, c perlu
ditetapkan undang-undang tetang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (2), pasal 27, dan pasal 28 Undang-undang Dasar
1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Pertama Tahun 1999;
2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1956 tentang Persetujuan Konvensi Organisasi
Perburuhan Internasional Nomor 98 mengenai Berlakunya Dasar-Dasar
daripadanya Hak Untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama (Lembaran
Negara Tahun 1956 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1050) ;
3. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT
BURUH

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk
pekerja/buruh baik di perusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas,
terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggungjawab guna memperjuangkan,
membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja dan buruh serta
meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.
2. Serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh
yang didirikan oleh para pekerja/buruh yang didirikan oleh para pekerja/buruh di
satu perusahaan atau di beberapa perusahaan.
3. Serikat pekerja/serikat buruh diluar perusahaan adalah serikat pekerja/serikat buruh
yang didirikan oleh pekerja/buruh yang bekerja diluar perusahaan.
4. Federasi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan serikat pekerja/serikat
buruh.
5. Konferensi serikat pekerja/serikat buruh adalah gabungan federasi serikat
pekerja/serikat buruh.
6. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk yang lain.
7. Pengusaha adalah:
a. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan
perusahaan milik sendiri;
b. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri
sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
c. orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia
mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang
berkedudukan diluar wilayah Indonesia.
8. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik
orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum, baik milik swasta maupun milik
negara, yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan memberi upah atau imbalan
dalam bentuk yang lain.
9. Perselisihan antar serikat pekerja/antar serikat buruh, federasi dan konferensi
serikat pekerja/serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh, serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konferensi serikat pekerja/serikat buruh lain, karena tidak
adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan serta pelaksanaan hak dan
kewajiban keserikat pekerja.
10.Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.

BAB II
ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN

Pasal 2
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
menerima Pancasila sebagai dasar negara dan Undang-undang Dasarf 1945
sebagai Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Serikat pekerja atau serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh mempunyai asas yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.

Pasal 3
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai sifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Pasal 4
(1) Serikat Pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta
meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/buruh dan keluarganya.
(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai fungsi :

a. sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian
perselisihan industrial;
b. sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaha kerja sama dibidang
ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya;
c. sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis,
dan berkeadilan sesuai dengan peraaturan perundang-undangan yang
berlaku;
d. sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan
kepentingan anggotanya;
e. sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab pemogokan
pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f. sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham
dalam perusahaan.

BAB III
PEMBENTUKAN

Pasal 5
(1) Setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat
pekerja/serikat buruh.
(2) Serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang
pekerja/buruh.

Pasal 6
(1) Serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota federasi
serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Federasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 5 (lima)
serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 7
(1) Federasi serikat pekerja/serikat buruh berhak membentuk dan menjadi anggota
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Konfederasi serikat pekerja/serikat buruh dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga)
federasi serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 8
Penjenjangan organisasi serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan /atau anggaran rumah
tangganya.

Pasal 9
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
dibentuk atas kehendak bebas pekerja/buruh tanpa tekanan atau campur tangan
pengusaha, pemerintah, partai politik, dan pihak manapun.

Pasal 10
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
dapat dibentuk berdasarkan sektor usaha, jenis pekerjaan, atau bentuk lain sesuai
dengan kehendak pekerja/buruh.

Pasal 11
(1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh harus memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
(2) Anggaran dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya harus
memuat:
a. nama dan lambang;
b. dasar negara, asas, dan tujuan;
c. tanggal pendirian;
d. tempat kedudukan;
e. keanggotaan dan kepengurusan;
f.sumber dan pertanggungjawaban keuangan; dan
g. ketentuan perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga.

BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 12
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
harus terbuka untuk menerima anggota tanpa membedakan aliran politik, agama, suku
bangsa, dan jenis kelamin.

Pasal 13
Keanggotaan serikat pekerja/serikat buruh federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya.

Pasal 14
(1) Seorang pekerja /buruh tidak boleh menjadi anggota lebih dari satu serikat
pekerja/serikat buruh disatu perusahaan.
(2) Dalam hal seorang pekerja/buruh dalam satu perusahaan ternyata tercatat pada
lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh, yang bersangkutan harus menyatakan
secara tertulis satu serikat pekerja/serikat buruh yang dipilihnya.

Pasal 15
Pekerja/buruh yang menduduki jabatan tertentu di dalam satu perusahaan dan jabatan
itu menimbulkan pertentangan kepentingan antara pihak pengusaha dan pekerja/buruh,
tidak boleh menjadi pengurus serikat pekerja/serikat buruh diperusahaan yang
bersangkutan.

Pasal 16
(1) Setiap serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu federasi
serikat pekerja/serikat buruh.
(2) Setiap federasi serikat pekerja/serikat buruh hanya dapat menjadi anggota dari satu
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 17
(1) Pekerja/buruh dapat berhenti menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh dengan
pernyataan tertulis.
(2) Pekerja/buruh dapat diberhentikan dari serikat pekerja/serikat buruh sesuai dengan
ketentuan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat
buruh yang bersangkutan.
(3) Pekerja/buruh, baik sebagai pengurus maupun sebagai anggota serikat
pekerja/serikat buruh yang berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) tetap bertanggung jawab atas kewajiban yang belum
dipenuhinya terhadap serikat pekerja/serikat buruh.

BAB V
PEMBERITAHUAN DAN PENCATATAN

Pasal 18
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang telah terbentuk memberitahukan secara tertulis kepada instansi pemerintah
yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat untuk dicatat.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dengan dilampiri :
a. daftar nama anggota pembentuk;
b. anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
c. susunan dan nama pengurus.

Pasal 19
Nama dan lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang akan diberitahukan tidak boleh sama dengan nama dan
lambang serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh yang telah tercatat terlebih dahulu.

Pasal 20
(1) Instansi pemerintah, sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1), wajib
mencatat dan memberikan nomor bukti pencatatan terhadap serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2),
Pasal 7, ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, selambat-lambatnya 21
(dua puluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan.
(2) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat
menangguhkan pencatatan dan pemberian nomor bukti pencatatan dalam hal
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
belum memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat
(2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 19.
(3) Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), dan alasan-alasannya
diberitahukan secara tertulis kepada serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima pemberitahuan.

Pasal 21
Dalam hal perubahan anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga, pengurus
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
memberitahukan kepada instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal perubahan anggaran
dasar dan/atau anggaran rumah tangga tersebut.

Pasal 22
(1) Instansi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), harus
mencatat serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2, Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 11, Pasal
18 ayat (2), dan Pasal 19 dalam buku pencatatan dan memeliharanya dengan baik.
(2) Buku pencatatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dapat dilihat setiap
saat dan terbuka untuk umum.

Pasal 23
Pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan harus memberitahukan secara
tertulis keberadaannya kepada mitra kerjanya sesuai dengan tingkatannya.

Pasal 24
Ketentuan mengenai tata cara pencatatan diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri.

BAB VI
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 25
(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak:
a. membuat perjanjian kerja bersama dengan pengusaha;
b. mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan perselisihan industrial;
c. mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan;
d. membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha
peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh;
e. melakukan kegiatan lainnya di bidang ketenagakerjaan yang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaksanaan hak-hak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 26
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
dapat berafiliasi dan/atau bekerja sama dengan serikat pekerja/serikat buruh
internasional dan/atau organisasi internasional lainnya dengan ketentuan tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 27
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berkewajiban:
a. melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan memperjuangkan
kepentingannya;
b. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan anggota dan keluarganya;
c. mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai dengan
anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.

BAB VII
PERLINDUNGAN HAK BERORGANISASI

Pasal 28
Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk
atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi
anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan
kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:
a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan
jabatan, atau melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;
d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

Pasal 29
(1) Pengusaha harus memberikan kesempatan kepada pengurus dan/atau anggota
serikat pekerja/serikat buruh untuk menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat
buruh dalam jam kerja yang disepakati oleh kedua belah pihak dan/atau yang diatur
dalam perjanjian kerja bersama.
(2) Dalam kesepakatan kedua belah pihak dan/atau perjanjian kerja bersama dalam
ayat (1) harus diatur mengenai:
a. jenis kegiatan yang diberikan kesempatan;
b. tata cara pemberian kesempatan;
c. pemberian kesempatan yang mendapat upah dan yang tidak mendapat upah.

BAB VIII
KEUANGAN DAN HARTA KEKAYAAN

Pasal 30
Keuangan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh bersumber dari:
a. iuran anggota yang besarnya ditetapkan dalam anggaran dasar atau anggaran
rumah tangga;
b. hasil usaha yang sah; dan
c. bantuan anggota atau pihak lain yang tidak mengikat.

Pasal 31
(1) Dalam hal bantuan pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c,
berasal dari luar negeri, pengurus serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh harus memberitahukan secara tertulis
kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) digunakan untuk meningkatkan
kualitas dan kesejahteraan anggota.

Pasal 32
Keuangan dan harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh harus terpisah dari keuangan dan harta kekayaan pribadi
pengurus dan anggotanya.

Pasal 33
Permintaan atau pengalihan keuangan dan harta kekayaan kepada pihak lain serta
investasi dana dan usaha lain yang sah hanya dapat dilakukan menurut anggaran
dasar dan/atau anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan
konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Pasal 34
(1) Pengurus bertanggung jawab dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan dan
harta kekayaan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh.
(2) Pengurus wajib membuat pembukuan keuangan dan harta kekayaan serta
melaporkan secara berkala kepada anggotanya menurut anggaran dasar dan/atau
anggaran rumah tangga serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

BAB IX
PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Pasal 35
Setiap perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh diselesaikan secara musyawarah oleh serikat pekerja/serikat
buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan.

Pasal 36
Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tidak mencapai
kesepakatan, perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh diselesaikan sesuai dengan peraturan perundangundangan
yang berlaku.

BAB X
PEMBUBARAN

Pasal 37
Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
bubar dalam hal:
a. dinyatakan oleh anggotanya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
b. perusahaan tutup atau menghentikan kegiatannya untuk selama-lamanya yang
mengakibatkan putusnya hubungan kerja bagi seluruh pekerja/buruh di perusahaan
setelah seluruh kewajiban pengusaha terhadap pekerja/buruh diselesaikan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. dinyatakan dengan putusan Pengadilan.

Pasal 38
(1) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf c dapat membubarkan
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
dalam hal:
a. serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat
buruh mempunyai asas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945;
b. pengurus dan/atau anggota atas nama serikat pekerja/serikat buruh terbukti
melakukan kejahatan terhadap keamanan negara dan dijatuhi pidana penjara
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam hal putusan yang dijatuhkan kepada para pelaku tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf b, lama hukumnya tidak sama, maka sebagai dasar
gugatan pembubaran serikat pekerja/sserikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh digunakan putusan yang memenuhi syarat.
(3) Gugatan pembubaran serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diajukan
oleh instansi pemerintah kepada pengadilan tempat serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang bersangkutan
berkedudukan.

Pasal 39
(1) Bubarnya serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh tidak melepaskan para pengurus dari tanggung jawab dan
kewajibannya, baik terhadap anggota maupun pihak lain.
(2) Pengurus dan/atau anggota serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang terbukti bersalah menurut keputusan pengadilan
yang menyebabkan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh dibubarkan, tidak boleh membentuk dan menjadi pengurus
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
lain selama 3 (tiga) tahun sejak putusan pengadilan mengenai pembubaran serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh telah
mempunyai kekuatan hukum tetap.

BAB XI
PENGAWASAN DAN PENYIDIKAN

Pasal 40
Untuk menjamin hak pekerja/buruh berorganisasi dan hak serikat pekerja/serikat buruh
melaksanakan kegiatannnya, pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan
pengawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 41
Selain penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagekerjaan diberi wewenang khusus sebagai penyidik sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan penyidikan
tindak pidana

BAB XII
SANKSI

Pasal 42
(1) Pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7 ayat (2), Pasal 21
atau Pasal 31 dapat dikenakan sanksi administratif pencabutan nomor bukti
pencatatan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat
pekerja/serikat buruh.
(2) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang dicabut nomor bukti pencatatan kehilangan haknya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a, b, dan c sampai dengan waktu serikat
pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang
bersangkutan telah memenuhi ketentuan Pasal 5 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 7
ayat (2), Pasal 21 atau Pasal 31.

Pasal 43
(1) Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana
kejahatan.

BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 44
(1) Pegawai negeri sipil mempunyai hak dan kebebasan untuk berserikat.
(2) Hak dan kebebasan berserikat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
pelaksanaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.

BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 45
(1) Pada saat diundangkannya undang-undang ini serikat pekerja/serikat buruh,
federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor
bukti pencatatan yang baru sesuai dengan ketentuan undang-undang ini selambatlambatnya
1 (satu) tahun terhitung sejak mulai berlakunya undang-undang ini.
(2) Dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak undang-undang ini mulai berlaku,
serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh
yang tidak menyesuaikan diri dengan ketentuan undang-undang ini dianggap tidak
mempunyai nomor bukti pencatatan.

Pasal 46
Pemberitahuan pembentukan serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi
serikat pekerja/serikat buruh yang telah diajukan, tetapi pemberitahuan tersebut belum
selesai diproses saat undang-undang ini mulai berlaku, harus diproses menurut
ketentuan undang-undang ini.

BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 47
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan
penetapannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 4 Agustus 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

ABDURRAHMAN WAHID
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Agustus 2000

SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

DJOHAN EFFENDI
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR 131

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More